Pages

BERSAKSI, BERSEKUTU, MELAYANI

BERSAKSI, BERSEKUTU, MELAYANI

Banner 468 x 60px

 

Saturday, 4 November 2017

KHOTBAH MINGGU, 05 NOPEMBER 2017

0 comments

KHOTBAH MINGGU, 05 NOPEMBER 2017

GEREJA GKE DKI JAKARTA

LUKAS 6 : 46 – 49



“KELUARGA  BIJAKSANA PEMBAWA BERKAT”

Oleh : Pdt. Edy Liverda, M.Si-Teol



PENGANTAR

Realitas atau konteks kita

Kita sangat  bersyukur bahwa perjalanan kehidupan bergereja kita di DKI Jakarta sampai hari ini dapat berjalan dengan baik.  Saat yang paling sulit adalah bagaimana kita membangun dasar.  Inilah yang disebut dengan membangun sistem atau dalam istilah yang lain, yaitu meletakkan pondasi.  Pondasi itu dibangun, bukan saja agar memastikan semuanya berjalan baik-baik saja, tetapi apakah semua orang bisa mengambil perannya di sana,  bisa bekerja sama atau apakah yang dikerjakan bersama itu mempunya tujuan yang sama atau tidak.  Jika saja pondasi ini dapat kita bangun lebih awal dan lebih baik, maka perjalanan kehidupan organisasi itu dapat dipastikan berjalan dengan baik pula, jika tidak maka dapat dipastikan organisasi itu akan menjadi semacam istana pasir. Indah dan menawan, tetapi rapuh seperti tubuh tidak bernyawa.

membangun  DASAR

KITA HARUS MAMPU MEMASTIKAN SEMUA ITU BISA BERJALAN DENGAN BAIK - ADA KERJA SAMA YANG BAIK - ADA TUJUAN YANG SAMA YANG MAU DI CAPAI. ITULAH YANG DIMAKSUDKAN DENGAN MEMBANGUN SISTEM





AKTUALISASI TEKS

Membangun rumah tangga yang bijaksana



Ada beberapa hal yang harus kita telusuri lebih awal, yaitu pernyataan dengan kata “bijaksana’ dan “bodoh”. Kata ini memang bukan tanpa alasan dimunculkan atau dipakai, namun sesungguhnya kata ini memperlihatkan hal yang lebih mendalam yang berhubungan dengan teks tersebut. Kata bodoh dan kata bijaksana dipertentangkan secara ekstrim, terutama sekali dalam hal tindakan. Dan dari tindakan itu akan berakibat fatal sekali. Kita bisa saja terjebak melakukan kebodohan-kebodohan. Dalam teks ini, baik orang pertama dan orang kedua, sama-sama melakukan sesuatu. Sama-sama berkeinginan membuat rumah, sama-sama melakukan pekerjaan (ada aktifitas), namun hasil akhirnya yang berbeda. Melalui ayat-ayat ini, Yesus justru ingin memperlihatkan hasil akhirnya yang berbeda itu. Orang pertama mendirikan rumah di atas batu dan orang yang kedua mendirikan rumah di atas pasir. Kelihatan remeh dan sepele, lalu dimana perbedaan itu terjadi :

Pertama pada komitmen, Nats ini merupakan rangkaian Khotbah di Bukit, dan intinya dari khotbah di bukit adalah bagaimana kita dapat hidup dalam“norma-norma Kerajaan Allah” – atau hidup dalam “norma Kasih”.Kalau kita melakukannya berdasarkan kasih, maka kita hidup akan dikendalikan oleh nilai-nilai. Nilai-nilai itulah yang memperlihatkan kita sesungguhnya. Nilai itu seperti yang dikatakan rasul Paulus dalam 1 Korintus 13 : 6, yaitu kasih. Kasih tidak bersuka cita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Hidup dalam kasih berarti mengejar arti, bukan gengsi. Berjuang demi kebenaran, bukan kebesaran. Obsesinya bukan memperoleh, tetapi hidup berbagi. Bukan mencari berkat, tetapi menjadi berkat. Kerinduannya bukan bagaimana agar memperoleh sebanyak mungkin, tetapi bagaimana menjadi sebaik mungkin.

Kedua pada proses, Proses biasanya selalu berhubungan dengan tujuan atau hasil akhir. Banyak kita tidak menghargai proses, tidak mau berjuang dalam proses, tetapi sangat berharap agar hasil akhirnya bagus dan hebat. Setiap orang yang disebut bijaksana adalah orang yang mampu mengolah dan menata tantangan menjadi peluang (berkat). Orang yang bijaksana, misalnya mampu mengolah tanah yang keras menjadi batu bata. Artinya menghargai perjuangan hidup berarti mengharga hidup itu sendiri. Bagaimana kita bisa tampil bagus menjadi song leaders, tetapi malas latihan. Bagaimana kita bisa mampu menhayati Firman Tuhan, Alkitab saja malas membaca.

Mengutip Eka Darma Putera (1 Korintus 13 ; 6) : kasih tidak bersuka cita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Hidup dalam kasih berarti mengejar arti, bukan gengsi. Berjuang demi kebenran, bukan kebesaran. Obsesinya bukan memperoleh, tetapi hidup  berbagi. Bukan mencari berkat, tetapi menjadi berkat. Kerinduannya bukan bagaimana agar memperoleh sebanyak mungkin, tetapi bagaimana menjadi



Bila kita berbicara tentang keluarga yang bijaksana berarti menjadi keluarga yang berjuang. Berjuang bersama dalam komitmen bersama, yang melandaskan kehidupan keluarga itu dalam kasih. Walaupun berjauhan tempat tinggal, misalnya orang tua di Kalimantan dan anak-anak sekolah di pulau Jawa, kalau kasih yang melandasi, maka tetap saja keluarga itu menjadi berkat.

Berjuang bersama dalam proses yang dilandaskan KASIH itu bisa saja dalam bentuk yang sangat sederhana, misalnya saling menopang dalam doa. Jangan orang tua sibuk dengan pekerjaannya saja sampai tidak sempat berdoa untuk anak-anak. Atau anak-anak jangan karena merasa sibuk kuliah, sampai tidak sempat berdoa untuk ayah dan ibu dan saudara/i yang jauh.

Marilah sebagai keluarga, jemaat dan pribadi memilih menjadi orang yang bijaksana dan hidup menjadi berkat. Amin






0 comments:

Post a Comment